3. 3. Paguyuban / Perkumpulan Selasa
Kliwonan
Sekembali
dari pengasingan di Negeri Belanda Ki Hadjar Dewantara bertemu Ki Ageng
Suryomataram dan mendirikan perkumpulan Selasa Kliwonan. Dinamakan perkumpulan
Selasa Kliwonan karena berkumpulnya tiap malam Selasa Kliwon, agar tidak
dilarang oleh penjajah.
Perkumpulan
itu dipimpin oleh Ki Ageng Suryomataram sebagai Ketua, dan Ki Hadjar Dewantara
sebagai Sekretaris/Panitera. Anggota perkumpulan itu terdiri para pendidik,
budayawan, politikus dan ahli jiwa, khususnya para mantan anggota Boedi Oetomo.
Tujuan perkumpulan ini adalah mencita-citakan kebahagiaan setiap orang
(individu), kebahagiaan bangsa Indonesia, dan kebahagiaan umat manusia sedunia
atau lebih dikenal dalam Perguruan Tamansiswa adalah mamayu hayuning sarira, bangsa, manungsa.
Untuk
mencapai cita-citanya setiap malam Selasa Kliwon mereka berdiskusi, bagaimana
caranya mencapai kemerdekaan Indonesia, melalui perang nusantara dan melalui
pergerakan politik selalu dikalahkan oleh penjajah.
Setelah
lebih kurang satu tahun berdiskusi, akhirnya mereka menemukan kesimpulan bahwa
untuk mencapai kemerdekaan Indonesia perlu ada pendidikan jiwa merdeka.
Akhirnya diputuskan bahwa Ki Hadjar Dewantara ditugaskan untuk mendidik jiwa
merdeka bagi anak-anak, dan Ki Ageng Suryomataram ditugaskan untuk mendidik
jiwa merdeka bagi orang-orang dewasa. Setelah itu maka Perkumpulan Selasa
kliwon membubarkan diri, tidak dibubarkan oleh siapapun. Pertimbangannya adalah
bahwa cita-cita paguyuban/perkumpulan tersebut telah tercapai. Para anggotanya
ditugaskan untuk membantu Ki Hadjar Dewantara dan Ki Ageng Suryomataram.
Untuk
mewujudkan tugas dari perkumpulan Selasa Kliwon, Ki Hadjar Dewantara teringat
akan situasi bangsa Indonesia yang bodoh, miskin, terbelakang dan teringat pula
akan keinginannya untuk mendirikan sekolah bagi rakyat banyak. Setelah lebih
kurang satu tahun membantu mengajar di sekolah Adi Darma milik kakaknya, pada
tanggal 3 Juli 1922 Ki Hadjar Dewantara dibantu oleh beberapa kawan membuka
Perguruan Tamansiswa bertempat di Yogyakarta.
Perguruan
itu dipimpin langsung oleh beliau sampai beliau wfat. Perguruan tersebut
dijadikan wadah penyaluran konsepsi-konsepsi beliau tentang pendidikan,
kebudayaan, kemasyarakatan, kebangsaan, ekonomi kerakyatan tentang kemanusiaan
dan sebagainya.
4. 4. Cita–cita Luhur Mengakhiri Kebodohan,
Kemiskinan dan Keterbelakangan
Disamping
didorong kondisi bangsa yang bodoh, miskin dan tertindas, cita-cita Ki Hadjar
Dewantara ingin mendirikan pendidikan untuk rakyat dan keputusan perkumpulan
Selasa Kliwon untuk mendidik jiwa merdeka guna mencapai Indonesia merdeka.
Alasan didirikannya Perguruan Tamansiswa juga didorong cita-cita luhur ingin
mewujudkan masyarakat tertib damai, salam dan bahagia. Cita-cita luhur itu
digambarkan dalam lambing Tamansiswa dengan burung garuda yang selalu terbang
tinggi.
Mengakhiri
kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan digambarkan dengan cakra yaitu
senjata pamungkas milik Sri Kresna yang dipakai untuk mengakhiri peperangan.
Sedang caranya dengan mempertajam daya cipta (kognitif), daya rasa (afeksi) dan
daya karsa (Psikomotor) melalui kegiatan belajar dan mengajar. Cara itu
digambarkan dalam lambang Tamansiswa dengan trisula (tiga runcing)
Cita-cita
luhur tersebut sampai sekarang belum terwujud, oleh karena itu Perguruan Tamansiswa
masih mengupayakannya. Selama masih ada rakyat yang bodoh, miskin dan
tertinggal, selama itu pula Perguruan Tamansiswa akan terus mengupayakannya.
0 Komentar