BAB 2
LATAR BELAKANG BERDIRINYA TAMANSISWA
Sebelum
ada penjajahan, bangsa Indonesia yang tinggal di kawasan Nusantara pernah hidup
di jaman kejayaan. Kerajaan-kerajaan seperti Sriwijaya dan Majapahit pernah
menjadi pusat perdagangan antara Afrika (Madagaskar) dan Asia (Cina).
Pemerintahannya kuat, wilayahnya luas, negaranya kaya dan penduduknya hidup
tertib damai, sejahtera dan bahagia.
Hadirnya
Vasco da Gama dan kawan-kawan untuk mencari rempah-rempah (1595) merupakan awal
penjajahan ekonomi di Indonesia. Didirikannya VOC (1602-1799) yang memonopoli
perdagangan dan melakukan tanam paksa, tidak hanya menjajah ekonomi, tetapi
sudah melanggar kemanusiaan. Begitu juga berkuasanya pemerintah Hindia Belanda
(1800-1942) merupakan penjajahan total yang meliputi penjajahan ideology,
politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan serta keamanan. Akibat
penjajahan yang panjang itu bangsa Indonesia yang tinggal di kawasan Nusantara
menjadi bodoh, miskin dan tertindas. Bodoh karena sebagian besar rakyat tidak
diberi kesempatan untuk belajar baik secara formal maupun non formal.
Pendidikan yang ada hanya disediakan bagi anak-anak Eropa dan anak-anak orang
Indonesia yang menjadi pegawai Belanda. Miskin karena semua kekayaan Indonesia
digunakan untuk kepentingan penjajah. Dan tertindas karena rakyat Indonesia di
tempatkan sebagai kuli dan budak, yang sama sekali tidak diberikan hak-haj
asasi kemanusiaannya.
Menghadapi
situasi yan demikian bangsa Indonesia tidak henti-hentinya melakukan perlawanan
baik secara perorangan ataupun kelompok. Perang Aceh, Perang Paderi, Perang
Diponegoro, Perang Ubud, Perang Banjar, dan lain-lain telah dilakukan, akan
tetapi selalu kalah.
Pergerakan
kebangsaan seperti Boedi Oetomo, Indische Partij, Sarekat DagangIslam, Partai
Nasional Indonesia, Partai Komunis Indonesia (sekarang tidak diperbolehkan) dan
lain-lain juga belum dapat membuahkan kemerdekaan. Di kalangan pendidikan
berdiri Perguruan Muhammadiyah (1912), Perguruan Tamansiswa (1922) dan kemudian
sekolah-sekolah swasta lainnya, serta beberapa pesantren. Dari kalangan
perempuan menyelenggarakan kongres perempuan (1928) dan dari kalangan pemuda
menyelenggarakan Sumpah Pemuda (1928). Semua itu dapat digillas oleh kekejaman
pemerintah penjajahan Hindia Belanda.
2. 2. Perjuangan
Ki Hadjar Dewantara Membela Rakyat
Sejak
dulu di bangku Sekolah Dasar Eropa (ELS) Ki Hadjar Dewantara kecil sudah
berkeinginan untuk memberikan pendidikan bagi rakyat banyak. Hal itu disebabkan
karena selama belajar di ELS sebagian besar temannya adalah anak Eropa. Hanya
sebagian kecil temannya yang dari bangsa Indonesia, yaitu anak-anak keluarga
bangsawan. Sementara itu bila beliau pulang sekolah, beliau melihat begitu
banyak rakyat yang tidak pernah mendapat kesempatan untuk bersekolah. Lain dari
pada itu Ki Hadjar Dewantara kecil juga merasakan bahwa apa yang diajarkan di
ELS tidak pernah menyentuh pendidikan seperti yang dilakukan di rumah, seperti
mengaji, menari, membaca sastra Jawa, dongeng dan cerita Indonesia. Apa yang
diberikan di ELS melulu kebiasaan orang Eropa.
Setelah
tamat dari ELS, Ki Hadjar Dewantara tiddak melanjutkan ke SMP (MULO) tetapi ke
Sekolah Guru (Kweek School). Sekolah itu berikatan dinas dan sebagian besar
siswanya adalah anak-anak pegawai pemerintah Hindia Belanda. Tamatan sekolah
itu diperuntukkan menjadi Guru Sekolah Dasar bangsa Indonesia. Ki Hadjar
Dewantara memasuki sekolah itu dengan maksud ingin mendidik rakyat banyak
sambil hidup mandiri.
Namun
kehendak orang tua harus melanjutkan ke Perguruan Tinggi, maka setelah tamat di
Kweek School, Ki Hadjar Dewantara melanjutkan ke Sekolah Tinggi Kedokteran di
Jakarta (STOVIA). Di samping kuliah beliau juga berjuang membela rakyat. Beliau
masuk anggota Boedi Oetomo dengan tugasbagian propaganda. Begitu juga setelah
keluar dari STOVIA beliau melanjutkan perjuangannya di bidang politik dan pers
sampai beliau siasingkan ke Negeri Belanda.
Pada
waktu beliau diasingkan ke Nederland selama 6 tahun, di sana beliau kembali
teringat akan niatnya untuk memberikan pendidikan untuk rakyat banyak. Di
Nederland Ki hadjar Dewantara mengambil akta mengajar (pendidikan guru tingkat
tinggi). Pada waktu mendirikan Perguruan Tamansiswa beliau menekankan agar
pendidikan itu diutamakan untuk rakyat banyak. Kalau penjajah Belanda membatasi
rakyat jelata hanya dapat belajar di Hollands Javaanshe School sampai kelas II
sd, maka Perguruan Tamansiswa membebaskan rakyat untuk belajar sesuai
kemampuannya.
Dalam
perjuangan hidupnya Ki Hadjar Dewantara memilih berjuang di kalangan pers,
politik, pendidikan dan kebudayaan. Keempat-empatnya adalah wadah perjuangan
untuk membela rakyat. Lebih dari itu untuk dapat merakyat pada usia 40 tahun
beliau membuang gelar kebangsawanannya Raden Mas Sueardi Suryaningrat dan
berganti nama menjadi Ki Hadjar Dewantara pada 3 Februari 1928.
0 Komentar